USD/IDR Memantul dari SMA 50 Hari, Rupiah Masih Menempel Di Atas Level 16.450-an
- USD/IDR bergerak menjauh dari level 16.350, yang saat ini tengah bergerak di atas level 16.450-an.
- Fokus utama tertuju pada keputusan suku bunga Bank Indonesia dan The Fed yang dirilis hari Rabu.
- Para ekonom mengharapkan BI dan The Fed untuk mempertahankan suku bunganya di level saat ini.
Pasangan mata uang USD/IDR memantul ke 16.470 dari indikator Simple Moving Average (SMA) 50 periode pada grafik harian pada saat berita ini ditulis di sesi Asia. Dalam perdagangan kemarin, Rupiah Indonesia ditutup melemah terhadap Dolar AS (USD) di 16.339, dan pada perdagangan hari Selasa ini, kurs Rupiah dibuka di 16.358. Hari ini, USD/IDR diprakirakan akan bergerak di kisaran 16.350-16.470.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia di bulan Februari turun ke level USD 3,12 miliar versus surplus USD 3,45 Miliar yang tercatat pada Januari, namun jauh meningkat bila dibandingkan dengan jumlah surplus USD 833 juta pada Februari 2024. Jumlah ini melampaui ekspektasi konsensus di USD 2,45 miliar. Peningkatan surplus secara tahunan, didorong oleh pertumbuhan ekspor sebesar 14,05% YoY versus 4,68% YoY pada bulan Januari, yang merupakan pertumbuhan tertinggi sejak Januari 2023. Impor 2,3% YoY versus -2,73% YoY pada bulan Januari.
Para pedagang menunggu Keputusan Suku Bunga Bank Indonesia yang akan dirilis pada hari Rabu, 19 Maret. Reuters melaporkan, dari survei yang dilakukan kepada para ekonom, sebagian mengharapkan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga di level 5,75% demi melindungi kurs Rupiah turun lebih jauh di tengah meningkatnya perang dagang global. Para ekonom ini mengharapkan pemangkasan akan dilakukan di kuartal mendatang guna menopang perekonomian Indonesia.
Menurut Josua Pardede, kepala ekonom Permata Bank, “Dampak risiko perang dagang sudah mulai terasa di pasar keuangan, dengan banyak investor mengadopsi pendekatan risk-off, yang memicu arus modal keluar.” Kemudian ia melanjutkan “Kondisi ini tentu akan memengaruhi stabilitas nilai tukar Rupiah.”
Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kinerja USD terhadap enam mata uang utama, diperdagangkan di sekitar 103,33 saat berita ini ditulis. Dolar AS melemah akibat data ekonomi AS yang mengecewakan dan ketidakpastian yang dipicu oleh ancaman tarif Trump. Kekhawatiran atas perlambatan belanja konsumen berkembang setelah data Penjualan Ritel AS Februari tumbuh di bawah ekspektasi. Sementara itu, pasar secara luas memprakirakan bahwa Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan kebijakan moneternya dalam keputusan yang akan diumumkan pada hari Rabu.
Di AS, Biro Sensus melaporkan bahwa Penjualan Ritel pada bulan Februari naik 0,2% menjadi $722,7 miliar, di bawah ekspektasi 0,7%, setelah mengalami penurunan 1,2% di bulan Januari. Secara tahunan, penjualan ritel tumbuh 3,1%.
Selain itu, Indeks Manufaktur NY The Fed Empire State pada bulan Maret merosot, memicu kekhawatiran bahwa ekonomi AS berisiko mengalami resesi. Data ini menunjukkan penurunan ke 20 dari kenaikan ke 5,7 pada bulan Februari, jauh di bawah ekspektasi yang mengharapkan penurunan ke 1,9.
Sejumlah data AS akan dicermati pada sesi perdagangan Amerika. Izin Mendirikan Bangunan, Pembangunan Perumahan Baru, dan Produksi Industri berpotensi memberikan sedikit dorongan pada USD. Namun, fokus yang lebih besar akan tertuju pada keputusan suku bunga Bank Indonesia dan The Fed pada hari Rabu, keputusan kebijakan akan menentukan pergerakan pasangan mata uang USD/IDR selanjutnya.